23 Jul 2013

Pemahat Alam dari Saham

Desa Saham nampak lenggang di awal Desember 2010 lalu. Hanya beberapa orang yang terlihat lalu lalang. Di desa yang terletak di Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat ini membentang sebuah rumah panggung dengan ketinggian sekitar empat meter dan memiliki panjang 200 meter. Inilah Rumah Betang, rumah adat Dayak Kanayan. Rumah panjang yang usianya lebih dari 300 tahun ini telah dihuni masyarakat Dayak Kanayan selama enam generasi.


Siang itu, Albertus sedang sibuk memahat. Di Rumah Betang inilah, Albert berkarya. Ia memahat kayu-kayu yang disediakan alam dan menjadikannya sebuah karya seni. Meski tampak sederhana dan jauh dari kesan seorang seniman yang populer, namun Albert bukanlah seniman yang biasa-biasa saja. Bakatnya lahir dari alam. Mata seninya amat tajam mengangkat nilai-nilai budaya Dayak. Tak heran, jika karyanya banyak dilirik para penikmat, pemerhati, dan kolektor seni. Bukan hanya dari Indonesia saja, tapi para penikmat karya Albert juga datang dari mancanegara. Para wisatawan dan pemburu koleksi patung dan ukiran khas Dayak dari mancanegara kerap bertandang ke rumahnya.

Alamlah yang membentuk jiwa seninya. Alam yang telah menempa dirinya menjadi pribadi yang mampu berolah rasa dan memaknai setiap peristiwa. Albert memang lahir sebagai pematung. Meski tak pernah mengenyam pendidikan seni secara formal, tapi darah yang mengalir di jari-jarinya adalah darah seorang pematung. “Ini panggilan hidup saya!” tandasnya.

Dari tangannya yang kasar, telah lahir ratusan karya patung dan ukiran. Karyanya telah melalang buana ke berbagai belahan dunia seperti Belanda, Bulgaria, Perancis, Italia, Belgia, dan di kawasan Asia seperti Jepang, Korea, Cina dan Filipina.

Dan, Albert pun akan terus berkarya memahat kayu-kayu yang disediakan alam. Karya-karyanya itu akan berumur panjang, sepanjang usia Rumah Betang, tempat tinggalnya.
  

Tidak ada komentar: