28 Jan 2011

Gerakan Rajin Menjamah

Peribahasa berkata, “surga ada di bawah telapak kaki ibu.” Ya, tentu tanpa mengecilkan peran laki-laki, lewat telapak-telapak kaki dan tangan seorang ibu, surga di bumi ini dapat tercipta. Alam kadang juga diidentikkan dengan kaum perempuan. Merekalah yang mengandung, melahirkan, dan merawat kehidupan. Tak heran jika alam disebut sebagai Ibu Pertiwi, bumi (mother earth). Mungkin juga tak salah jika menyebut ibu atau perempuan-lah sebenarnya pejuang penyelamat bumi.

Peran seorang ibu yang sejatinya paling tahu rumahnya. Bapak membuat house, sementara ibu membangun home. Dari peran itu, sosok seorang ibu memiliki peluang lebih besar untuk mengajak anggota keluarga lain melakukan gerakan rajin menjamah (ramah) lingkungan. Banyak yang bisa dilakukan seorang ibu dimulai dari rumah sendiri. Mulai dari perkara-perkara kecil di rumah. Mari simak bersama dan praktikkan saat ini juga!


Hanya isu?
Lihatlah sekeliling kita! Iklim dan cuaca yang sudah mulai tidak teratur. Musim hujan danusantara. Beberapa kawasan kota masih terendam banjir, sementara di kota lain mengalami kekeringan dan kesulitan air bersih. Udara kota kian terpapar polusi. Pun polusi suara yang semakin memekakkan gendang telinga. Semua itu sedang berlangsung di hadapan kita. Isu perubahan iklim bukanlah isapan jempol semata. Apakah kita masih bisa berkata, bahwa pemanasan global hanyalah isu belaka? Berbagai fakta dan data telah menunjukkan, lingkungan hidup tengah menuju “bunuh diri ekologis”.

Untuk menyelamatkan kehidupan kita di bumi, yang perlu diubah adalah gaya hidup yang kembali selaras dengan alam (ramah lingkungan). Mulai dari diri sendiri, keluarga terdekat, lingkungan terkecil. Mulai dari hal terkecil dan sederhana, hari ini juga.


Sampah

Pertama, sampah rumah tangga adalah penyumbang sampah paling besar. Maka, urailah sampah sejak dari sumbernya. Mulailah dari dapur. Sampah bisa langsung dipilih dan dipilah, menjadi sampah organik (sampah yang bisa terurai) seperti sisa makanan, sayuran, dan buah; serta sampah anorganik (tak dapat diurai) seperti bekas bungkusan yang terbuat dari plastik, botol, atau kaleng.

Kedua, sampah organik dapat ditampung di lubang-lubang biopori atau tong pengolah kompos. Setelah dua minggu, kompos dapat dipakai memupuk tanaman di taman atau pot-pot kembang cantik.


Ketiga, sampah anorganik merupakan barang berharga yang masih dapat didaur-ulang menjadi barang multi guna. Botol-botol bekas masih dapat digunakan berulang kali. Kaleng dapat menjadi celengan atau pot-pot bunga yang mungil. Plastik dan kertas atau barang lainnya dibungkus yang rapi, dan disiapkan agar mudah diambil para pemulung. Jangan biarkan ruangan rumah menjadi gudang besar yang disesaki barang-barang yang sudah tidak bisa digunakan.


5 R

Kurangi penggunaan bahan-bahan yang berpotensi merusak lingkungan (reduce), menggunakan ulang barang-barang yang tidak terpakai lagi (reuse), mendaur ulang barang yang tidak dapat dipakai menjadi barang baru yang berguna (recycle). Lalu, menolak membeli barang yang akan berakhir sebagai sampah atau dapat merusak lingkungan (refuse), dan memperbaiki barang untuk dapat digunakan kembali (repair).


Pilih transportasi bijak
Pertama, kurangi kemacetan lalu lintas, terutama di kota-kota besar, yang semakin parah, sekaligus mengurangi pencemaran udara dengan pemakaian kendaraan pribadi yang lebih bijak. Seperti satu mobil untuk mengantar jemput seluruh anggota keluarga atau bepergian bersama keluarga di akhir pekan. Satu mobil untuk beramai-ramai.


Kedua, untuk jarak yang relatif dekat, biasakan diri berjalan kaki atau bersepeda. Badan menjadi lebih sehat dan terasa segar, serta sedikit mengurangi pencemaran udara. Untuk menempuh jarak yang sedang hingga jauh, gunakan bus, kereta api, atau alat transportasi massal lainnya, serta dipadu dengan bersepeda atau berjalan kaki.


Belanja cerdas


Saat berbelanja, belilah dan gunakan produk-produk daur ulang yang sudah banyak tersedia dengan harga yang terjangkau. Jangan lupa, selalu sediakan tas kain untuk berbelanja, daripada menggunakan tas-tas plastik yang akan menjadi sampah dan perlu waktu penguraian ratusan tahun.


Hemat Air

5 R juga bisa dilakukan pada air. Gunakan seperlunya saja (reduce), misal menggunakan ulang air bekas yang masih cukup bersih untuk keperluan lain. Air bekas cucian sayuran atau buah-buahan, tentu masih dapat digunakan untuk menyiram tanaman di taman (reuse). Mendaur ulang air untuk kebutuhan lain (recycle), mengisi kembali persediaan air tanah

dengan sumur resapan air atau lubang biopori (recharge), dan mendorong perbaikan sumber-sumber air seperti mata air, situ, atau sungai (recovery).


Jangan lupa pula, tutup keran bila tidak digunakan lagi. Menghemat air saat cuci tangan dan cuci gelas/ piring, pilih dual flush untuk toilet, pasang keran air bersensor, selalu habiskan air yang kita minum, dan buat sumur resapan air di halaman rumah.


Pandai listrik

Pakailah produk-produk elektronik yang hemat listrik. Matikan lampu di siang hari atau sudah tidak diperlukan lagi. Mematikan peralatan komputer dan alat elektronik lainnya, jika tidak digunakan. Jangan meninggalkan peralatan listrik dalam keadaan stand by, karena listrik masih terpakai.


Perhatikan bukaan pintu, jendela, lubang atap (skylight), dan lubang angin di rumah. Buatlah lubang-lubang ventilasi di rumah, agar udara dalam ruang terasa segar dan terang sepanjang hari.


Hijaukan halaman

Pertama, jika lahan di rumah kita masih cukup luas, buatlah taman di depan, belakang, atau samping rumah. Namun, jika lahan rumah yang kita miliki terlalu sempit, pergunakanlah pot-pot kecil untuk menghijaukan halaman rumah. Buatlah jalur hijau di depan rumah kita. Upayakan agar ruang-ruang dalam rumah menghadap taman dan hiasi dengan tanaman pot cantik. Sehingga, meskipun kita berada dalam rumah, kita dapat memandang hijau-hijau daun dan warna-warni bunga yang menyegarkan mata


Kedua, tanamlah pohon besar sebisa dan sebanyak mungkin. Pohon adalah paru-paru alam yang memproduksi oksigen untuk bernapas. Ketiga, ajaklah seluruh anggota keluarga untuk melakukan kegiatan-kegiatan ini. Kita juga bisa mengajak tetangg

a di kanan kiri rumah kita. Catat hasil kegiatan, evaluasi bersama, perbaiki, serta tingkatkan yang sudah berhasil.


Melalui tangan-tangan ibu yang “rajin menjamah” lingkungan, gerakan sederhana ini dapat dimulai. Mulai dari dapur, kamar tidur, kamar mandi, ruang tamu, halaman rumah, hingga meluas ke para tetangga. Kecil, sederhana, namun berdampak. Sehingga kita bisa menikmati surga hijau di rumah, di halaman, dan di sekitar kita. Mulailah dengan perkar a-perkara kecil, saat ini juga!




26 Jan 2011

Membuat Monumen Hidup

Setiap tahun, tetumbuhan di bumi ini mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton karbondioksida (CO2) dan 25.000 juta ton hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton oksigen (O2) ke atmosfer. Dan satu hektar daun-daun hijau mampu menyerap delapan kilogram CO2 atau setara dengan CO2 yang dihembuskan oleh 200 manusia dalam waktu yang bersamaan. Atau setara juga dengan CO2 dari 20 kendaraan bermotor.

Setiap pohon yang ditanam juga mempunyai kapasitas mendinginkan udara di sekitarnya, yang ekuivalen dengan rata-rata lima pendingin udara (AC) yang dioperasikan 20 jam terus-menerus. Dan setiap 93 m2 pepohonan mampu menyerap kebisingan suara sebesar delapan desibel (Zoer’aini Djamal Irwan, 1996).

Data di atas menunjukkan betapa pentingnya tetumbuhan yang hidup berdampingan dengan kita. Namun, data tersebut segera menemui kebuntuan ketika kita melihat kenyataan yang terjadi di lapangan. Apalagi di daerah perkotaan.

Di daerah perkotaan kita melihat, begitu luas lahan pertanian produktif atau ruang terbuka hijau yang telah ditanami tiang-tiang pancang untuk mendirikan bangunan berbeton. Mall, apartemen, ruko, atau perumahan. Itulah ‘monumen-monumen mati’. Dan, kita pun dipaksa untuk menyaksikan, menghirup, dan hidup berdampingan dengan “monumen-monumen mati” itu. Monumen yang selalu menghembuskan asap polusi dan menyanyikan lagu-lagu yang memekakkan telinga. Kita pun harus hidup berdampingan dengan krisis lingkungan dan siap untuk memanen panasnya udara, polusi, kebisingan, kekeringan atau kebanjiran.

Melihat begitu pentingnya fungsi tetumbuhan di bumi dalam menangani krisis lingkungan, terutama di daerah perkotaan, maka sangat tepat jika keberadaan hutan kota (urban foresty) mendapat perhatian yang serius dalam pelaksanaan pembangunan tata kota.

Hutan kota berfungi sebagai, pertama, paru-paru kota, kedua, pengatur lingkungan mikro dan penyeimbang alam (adaphis). Vegetasi yang ada akan memunculkan hawa lingkungan setempat menjadi sejuk, nyaman, dan segar, serta sebagai tempat pembentukan hidup bagi berbagai satwa. Ketiga, perlindungan (protektif) terhadap kondisi fisik alami sekitar (seperti angin kencang, paparan terik matahari, gas atau debu-debu). Keempat, keindahan (estetika) kota. Dan, kelima, sebagai sarana rekreasi dan pendidikan.

Menurut Fukuara (1988), hutan kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya kepada penduduk kota. Mengingat tumbuhan sebagai produsen pertama dalam tata ekosistem dan fungsi hutan kota sangat bergantung pada vegetasi yang digunakan. Maka tidaklah perlu mempersoalkan luas lahan sebagai syarat utama hutan kota. Yang terpenting adalah jumlah dan keanekaragaman vegetasi yang ditanam.

Dan untuk menciptakan sebuah hutan kota yang dapat berdiri kokoh dan lama, maka perlu memperhatikan; pertama, pilihlah bibit generatif, karena bibit ini memiliki akar tunggang dan dapat hidup lebih lama dibandingkan dengan bibit vegetatif. Kedua, media tanam harus dipersiapkan terlebih dahulu, paling tidak seminggu sebelum proses tanam. Ketiga, perawatan pasca-tanam, seperti penyiraman dan pemupukkan. Dan, keempat, political will dari pemerintah yang mengajak masyarakat untuk menciptakan lingkungan kota yang hijau.

Dengan menciptakan hutan kota, meskipun sempit, kita sebenarnya tengah membangun ‘monumen-monumen hidup’. Monumen yang terus hidup dan kelak akan bermanfaat bagi generasi mendatang.