Ijin
pun diterbitkan dengan satu syarat, masyarakat Dayak Iban harus menjauhi
peperangan antarsuku. Syarat itu pun diamini masyarakat Dayak Iban. Maka, mereka
pun mulai berpindah dari Lanjak ke Sungai Utik pada awal 1800-an. Beberapa
kali, mereka memindahkan Rumah Bentang ini. Rumah Betang yang saat ini berdiri,
dibangun pada era 1970-an dan telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.
Rumah Betang atau orang setempat menyebutnya ruma panjae ini membujur sepanjang 200 meter dengan 37 pintu. Pintu merupakan istilah
untuk satu bilik dalam Rumah Betang. Di antara bilik terdapat sebuah jendela yang
menghubungkan bilik yang satu dengan lainnya. Sekitar 70 keluarga hidup bersama
dalam rumah ini.
Dari masa ke masa, masyarakat Dayak
Iban menghidupi tradisi sembari menjaga kelestarian hutan. Kearifan tradisional
ini pun membuahkan hasil. Wilayah ini ditetapkan sebagai desa adat pertama yang
meraih penghargaan sertifikat ekolabel dari Lembaga Ekolabel Indonesia.
Maka,
selama hutan masih lestari dan Sungai Utik masih mengalir, kehidupan masyarakat
Dayak Iban masih penuh harapan. Seperti harapan para leluhur mereka, kehidupan masyarakat
Dayak Iban masih akan terus membujur sepanjang Rumah Betang, tempat tinggal
mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar