Pembatik Tulis Banyumasan photo: y.prayogo |
Aliran Sungai Serayu mendayu pelan-pelan. Angin semilir menyejukkan hari yang panas, mengiringi lalu lalang orang yang beraktivitas di tepian Serayu, di Banyumas, Jawa Tengah.
Aliran Sungai Serayu dan semilir angin pun mengiringi aktivitas di sebuah rumah, tepatnya di Jalan Mruyung, Banyumas. Di halaman rumah yang berbatu itu terhampar kain-kain batik yang sedang dijemur. Saat memasuki rumah itu, sebuah showroom batik menyapa pengunjung. Deretan batik dengan motif Banyumasan menyergap pandangan mata. Para pelayan pun segera menghampiri menjajakan dagangan batiknya.
Masih dalam satu atap, aktivitas lain sedang berlangsung. Beberapa perempuan sedang memberikan motif pada kain-kain putih. Sementara yang lain, beberapa sudah nampak tua, melukis kain-kain dengan pena batiknya. Para pelukis batik, yang didominasi kaum hawa ini memang rata-rata sudah berusia lanjut. “Angel banget ngajari bocah enom kon mbatik (Susah sekali mengajari orang muda membatik),” ujar Sarminah dengan logat Banyumasan yang amat kental.
Pewarnaan Batik Banyumasan. photo: y.prayogo |
“Siki sih mandan lumayan sing tuku batik. Gembiyen lah babar pisan ora ana sing gelem nggo batik (Sekarang sih sudah lumayan yang membeli batik. Dulu, jarang ada orang yang mau memakai batik),” ucap Mukidin yang telah berusia 63 tahun.
Para pria sedang mengerjakan batik cap motif Banyumasan. photo: y.prayogo |
Ya, Banyumas juga menyimpan kekayaan batik. Batik Banyumas memang tak semoncer Batik Pekalongan atau Batik Solo. Padahal, pada medio 1970-an Batik Banyumas sempat populer. Namun lambat laun, keberadaan Batik Banyumas semakin tergeser. Meski trend batik sedang naik daun, tapi Batik Banyumas masih sulit menembus kecenderungan itu. Ia kalah pamor dengan batik Pekalongan,Solo, dan Yogyakarta.
Batik Banyumas di buat dengan tangan (tulis), cap, serta ada juga yang di sablon. Batik Banyumas memiliki ciri yang membedakan batik dari daerah lain. Warna asli Batik Banyumasan adalah cokelat dan hitam dengan plataran warna kuning tua.
Pembatik Tulis Banyumasan. photo:y.prayogo |
Pada umumnya, Batik Banyumas dibedakan dari cara pembuatannya, yaitu batik cap dan batik tulis. Batik cap bisa diselesaikan dalam waktu tiga hari, sementara batik tulis bisa memakan waktu tiga sampai enam bulan. Ini akan berpengaruh kepada harga jual. Batik cap berkisar puluhan ribu sampai ratusan ribu rupiah, sedangkan batik tulis dari ratusan ribu sampai jutaan rupiah.
Batik Banyumas identik dengan motif Jonasan, yaitu kelompok motif non geometrik yang didominasi dengan warna-warna dasar kecoklatan dan hitam. Motif-motif yang berkembang saat ini, antara lain Sekarsurya, Sidoluhung, Lumbon (Lumbu), Jahe Puger, Cempaka Mulya, Kawung Jenggot, Madu Bronto, Satria Busana, dan Pring Sedapur.
Membatik cap motif Banyumasan. photo: y.prayogo |
Batik Banyumas memiliki sejarah yang tak lepas dari pengaruh budaya, seperti Yogyakarta dan Surakarta, maupun Pekalongan. Asal mula Batik Banyumas memang belum dapat dilacak. Namun dari informasi para sesepuh dan penggiat Batik Banyumas, disebutkan Batik Banyumas muncul, lantaran pengaruh berdirinya kademangan-kademangan di daerah Banyumas dan para pengikut Pangeran Diponegoro yang mengungsi ke daerah Banyumas.
Lokasi sentra industri batik Banyumas terbanyak di Kecamatan Banyumas (Desa Pekunden, Pasinggangan, Sudagaran, Papringan) dan Kecamatan Sokaraja (Desa Sokaraja Lor, Sokaraja Kidul, Sokaraja Tengah, Sokaraja Kulon, Karang Duren).
Meskipun masih kalah pamor dengan ragam batik dari daerah lain, Batik Banyumas akan tetap hidup beriringan dengan aliran Sungai Serayu. Sungai yang dalam sejarah selalu memberikan penghidupan bagi masyarakat di sekitarnya. Pun Batik Banyumas yang akan terus memberi penghidupan bagi para pengrajinannya.
Para Pembatik Banyumasan. photo:y.prayogo |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar